Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat penting (severety stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) dan tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS tahun 2006. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan angka yang cukup menggembirakan terkait masalah stunting. Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Meski tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20 persen. Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus.
Salah satu upaya pencegahan stunting pada anak sekolah seperti; melaksanakan kegiatan bermain-belajar yang memberikan stimulasi psikososial dan perkembangan sesuai usia; menjadi simpul bagi layanan kesehatan dan gizi (misalnya program pemberian makanan tambahan pada anak) melalui koordinasi dengan unit lain seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB) dan Puskesmas, serta menjadi pusat pengasuhan dan perlindungan; juga mengembangkan Kelas Pengasuhan dan Kelas Orang Tua. Kelas-kelas ini diharapkan dapat menguatkan pemahaman orang tua tentang kualitas dan pola asuh yang tepat sehingga dapat membantu mencegah anak menjadi stunting.
Media edukasi memiliki peran penting untuk mewujudkan upaya penguatan pemahaman orangtua dan guru dalam memberikan pola pengasuhan yang tepat. Media promosi kesehatan merupakan semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuan yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan. Media yang dapat menarik perhatian,diterima dan diserap oleh sasaran dikemas sebaik mungkin akan memudahkan sasaran dalam menerima pesan. Misal bagi anak usia media yang menggunakan gambar- gambar tidak bergerak seperti booklet atau komik,kartu bergambar atau falsh card adalah media yang dianggap efektiv dalam mengedukasi anak sekolah. Selain itu media gambar bergerak seperti pemutaran video animasi juga direkomendasikan dalam memberikan edukasi kesehatan pada anak usia sekolah. Bagi sasaran guru dan orang tua buku saki atau booklet tentang pemenuhan kebutuhan gizi anak sekolah serta stimulasi tumbuh kembang anak sekolah dapat dijadikan pegangan media edukasi. (SF)